Penyebab penyakit digolongkan menjadi dua besar yaitu penyebab penyakit yang bersifat abiotik dan yang bersifat biotik. Untuk yang bersifat abiotik (tidak hidup) misalnya polutan udara, polutan tanah, suhu yang ekstrim, kelembapan yang ekstrim, oksigen dan cahaya yang berlebihan atau berkekurangan, unsur hara yang tidak tepat dosis. Sedangkan penyebab penyakit yang bersifat biotik (hidup) sampai sekarang dilaporkan ada 6 kelompok besar yaitu jamur, prokariot (bakteri, molicutes), virus dan viroid, nematoda, protozoa, dan tanaman tinggi parasitik. Penyebab yang bersifat biotik disebut pula sebagai “patogen” yang berasal dari bahasa Latin “pathos” yang berarti sakit dan “gene” yang berarti penyandi sifat. Patogen menyebabkan sakit pada gen sehingga ekspresi yang muncul adalah sesuatu yang tidak normal pada tanaman. Tulisan berikut membahas penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen.
Penyakit pada tanaman bisa muncul karena di suatu tempat ada tanaman, patogen, serta lingkungan. Ini yang disebut segitiga penyakit dimana munculnya penyakit karena tiga faktor itu saja (tanaman, patogen, lingkungan), salah satu faktor tidak ada atau tidak memenuhi syarat maka penyakit tidak akan muncul. Syarat yang harus dipenuhi oleh ketiga faktor agar muncul penyakit adalah tanaman harus peka, penyebab penyakit harus virulen (fit dan ganas), dan lingkungan mendukung. Misal di hutan Kalimantan ada Dendrobium sp., kemudian ada bakteri Erwinia sp. yang ganas dan lingkungan di sekitarnya sangat lembap, maka akan muncul penyakit busuk pada anggrek tersebut. Segitiga penyakit ini hanya berlaku pada kondisi alami seperti pada contoh anggrek di Kalimantan tersebut. Penyakit muncul tanpa campur tangan manusia dan biasanya dalam keseimbangan. Penyakit yang muncul bisa sangat parah namun juga bisa sangat ringan. Hanya jenis-jenis tanaman yang mempunyai ketahanan tinggi yang bisa tetap “survive” ketika ada gangguan penyakit yang parah (sesuai dengan teorinya Darwin “survival of the fittest”).
Ketika manusia mendapatkan manfaat dari tanaman kemudian membudidayakan tanaman tersebut di luar habitat alaminya maka konsep penyakit berubah dari segitiga penyakit menjadi segiempat penyakit. Faktor “manusia” masuk menjadi salah satu penentu munculnya penyakit. Anggrek yang kita budidayakan menjadi salah satu komponen dalam segiempat penyakit ini. Manusia dengan segala intelegensianya (tinggi maupun rendah, ataupun sebenarnya intelegensianya tinggi namun tidak tepat tempat dan waktu) akan dapat mempengaruhi ketiga faktor lainnya.
Pertama, manusia bisa membuat faktor lingkungan menyebabkan timbulnya penyakit, lebih memperparah penyakit (karena ketidaktahuannya) atau sebaliknya membuat faktor lingkungan meniadakan penyakit. Contoh yang menyebabkan timbulnya penyakit adalah: ketika memindah bibit anggrek dari botol dengan menggunakan media tumbuh berupa cacahan pakis. Penyakit tidak akan muncul kalau dia (manusia) menggunakan media tanam yang steril atau tidak menanam bibit yang dari dalam botol sudah terlihat nggak sehat (mungkin merasa sayang karena harganya yang mahal). Ketika dia menyiram bibit dalam kompot secara berlebihan maka akan menciptakan kondisi yang sangat lembap sehingga akan memperparah penyakit yang tadinya hampir nggak kelihatan. Namun bila dia bijaksana dengan memilih media yang steril, air sumur yang tidak tercemar untuk menyiram, penyiraman secara hati2 dengan semprotan yang halus, tidak terlalu membasahi media namun yang penting cukup lembap, maka dia sudah berperan meniadakan penyakit.
Kedua, manusia bisa mempengaruhi tanaman sehingga tanaman menjadi lebih mudah terkena (bukan terserang) penyakit atau bahkan menjadi bebas penyakit. Ketika memindah bibit dari botolan maka setelah mencuci bibit dengan air bersih kemudian dicelup dalam larutan fungisida, manusia sudah menciptakan kondisi dimana penyakit akan tidak muncul. Namun ketika menangani bibit tersebut secara sengaja atau tidak menimbulkan luka pada bibit maka akan besar kemungkinannya terkena penyakit. Ketiga, manusia bisa berbuat apa saja terhadap patogen. Pencelupan bibit dalam larutan fungisida tersebut di atas juga merupakan tindakan manusia terhadap patogen agar patogen tidak bisa tumbuh pada permukaan tanaman. Dengan demikian segiempat penyakit ini menggambarkan adanya penyakit pada agroekosistem yaitu ekosistem pertanian, suatu sistem ekologi yang dibuat manusia untuk menghasilkan tanaman. Ciri yang ada dalam kondisi ini adalah adanya keseragaman (biasanya jenis tanamannya) dan ketidakstabilan komponen biota anggota sistem tersebut.
Konsep penyakit terus berkembang. Munculnya penyakit bisa kapan saja pada fase pertumbuhan tanaman yang manapun juga. Penyakit bisa muncul ketika tanaman masih kecil (dalam pembibitan), remaja, dewasa, atau ketika berbunga. Dengan demikian faktor “waktu” ikut menentukan munculnya penyakit. Di sini konsep segiempat penyakit berubah menjadi piramida penyakit. Piramida penyakit tersusun oleh empat bidang segitiga yang menyatu pada ujungnya. Bidang segitiga pertama adalah tanaman, kedua adalah patogen, ketiga adalah lingkungan, dan keempat adalah manusia. Garis tinggi yang ditarik dari ujung piramid ke bawah ke pusat segiempat yang terbentuk merupakan komponen waktu. Penyakit berkembang dari ujung piramida yang kecil kemudian membesar ke bawah. Manusia berperan agar penyakit yang muncul tetap kecil saja dan terbatas di puncak piramid saja, jangan sampai membesar ke bawah yang akhirnya akan merugikan.
Nah, kita bisa meniadakan penyakit pada anggrek budidaya dengan menghilangkan salah satu dari ke empat komponen tersebut. Pertama tidak menanam anggrek (meniadakan tanaman), nggak mungkin to ya, wong kita pengin menikmati indahnya anggrek kok nggak menanamnya (bisa juga sih dengan membeli yang sudah berbunga; namun artinya tetap sama yaitu ”ada tanaman”). Tetapi dengan tidak menanam anggrek maka tidak akan muncul penyakit anggrek (wah ya jelas dhong, kok bikin bingung). Kedua, meniadakan patogen dengan cara-cara yang ada, ketiga meniadakan lingkungan yang mendukung penyakit, misal jangan terlalu lembap, lingkungan bersih. Ke empat adalah meniadakan manusianya, jangan ikut campur dalam budidaya (ini juga nggak mungkin ya). Dan yang nggak mungkin lagi adalah meniadakan waktu atau memberhentikan waktu sehingga proses interaksi patogen, tanaman dan lingkungan bisa tertunda (mungkin kita perlu mesin waktu seperti dalam film “Back to the Future”).
Nah yang mungkin-mungkin saja itu nanti kita bahas di lain waktu.
0 comments:
Post a Comment